Saturday, June 14, 2014

HASTA BRATA, Saringanku Memilih Presiden

Sejak mendapat hak pilih pertama kali tahun 1999, baru kali ini aku merasa begitu pusing menentukan pilihan. Padahal alternatifnya cuma dua, sangat berbeda pula latar belakangnya.

Namun kepusingan itu ternyata akibat tindakanku sendiri yang terlalu mengambil hati setiap berita tentang calon-calon itu. Aku suka calon Jokowi, namun tidak suka dengan pendukung fanatiknya yang membela segala kampanye hitam dengan membabi buta dan irrasional. Pun juga aku suka calon Prabowo, namun tidak suka pula dengan pendukungnya yang justru mengorek kesalahan dan menjatuhkan lawan tanpa ampun. Jujur, aku tidak ingin berada dalam satu kubu dengan orang-orang seperti itu.

Jadi siapa yang kupilih?

Rupanya aku harus belajar sendiri, menimbang dan memutuskan tanpa intervensi pendukung-pendukung fanatik yang saling menjatuhkan itu. Duh Gusti ... Aku sungguh merindukan perasaan tenang saat memilih pemimpin di waktu sebelum ini (meski yg kupilih, ternyata tidak menang)

Maka aku memutuskan untuk mundur jauh dan menepi dari segala ingar bingar pusaran kampanye yang ancur-ancuran begini. Aku menganut kembali cara orang-orang masa silam ketika memilih pemimpin. Menyaringnya dengan kualifikasi HASTA BRATA secara objektif. Aku membuka mata untuk fakta (meski kerap kabur) namun menutup telinga untuk perang hujat dan kampanye hitam.

Semoga, dalam hening aku bisa memutuskan siapa yang akan menerima suaraku untuk memimpin Indonesia. Indonesiaku!

HASTA BRATA atau DELAPAN LAKU seorang pemimpin ideal yang meminang sifat-sifat BAIK elemen semesta.

1. Pemimpin harus seperti MATAHARI yang menumbuhkan kesadaran. Jangan sampai ia membiarkan rakyatnya ’ngantuk’, terlena bahkan keblinger. Tumbuhkan kesadaran seperti matahari membangunkan bumi.

2. Pemimpin harus seperti BULAN yang menyinari kegelapan. Cahayanya lembut dan menjadi pelipur jiwa yang rindu, menjadi peredam jiwa yang bergejolak.

3. Pemimpin harus seperti BINTANG yang menjadi navigasi penuntun bangsa maritim ini menuju kemakmuran.

4. Pemimpin harus seperti AIR yang selalu rata dan sesuai ditempatkan di mana saja. Berkumpul dengan negara miskin tidak terlihat arogan, berkumpul negara kaya dan maju tidak terlihat seperti pecundang.

5. Pemimpin harus seperti API, tuntas kerjanya. Tak ada yang tak selesai oleh api. Melakukan segala tugas dengan total dan tuntas.

6. Pemimpin harus seperti GUNUNG yang teguh pendiriannya. Tidak goyah dan mudah pindah. Dia juga harus menjadi pelindung segala yang ada di lerengnya, meski tanaman beracun atau hewan buas sekalipun. Menjaga harmoni yang dikandungnya.

7. Pemimpin harus seperti ANGIN yang mau menjumpai siapapun. Di darat, di laut, di udara angin menyapa. Pemimpin tidak boleh sombong dan menghindar dari orang-orang tertentu.

8. Pemimpin harus seperti TANAH yang meskipun diinjak-injak, diludahi, diungkit-ungkit, namun tetap bersedia menumbuhkan kehidupan.

Inilah timbangan yang kupakai dalam menentukan siapa yang akan kupilih kelak. Aku tidak akan membesar-besarkan, apalagi mencari-cari kesalahan kedua calon itu. Karena seperti elemen semesta yang dipinang sifat baiknya, mereka pun punya sifat buruk dan berbahaya.

Bila karena nila setitik rusak susu sebelanga, mengapa harus merusak susu sebelanga hanya untuk mengetahui adanya nila setitik.

Semoga ini bisa kupegang, untuk diriku sendiri, untuk Indonesiaku.

MERDEKA!

**disarikan dari pertunjukan singkat Ki Dalang Sujiwo Tejo di acara Mata Najwa