Saturday, June 20, 2015

SEE YOU

Saya sudah tidak tahu apa yang akan saya tulis kali ini. Sudahlah, tolong mengerti kondisi rongga dada perempuan yang sudah biru-biru digebuki rindu. Mengertilah kondisi perut seorang aerophibia yang sedanh menunggu boarding.

Saya di Bandara Taoyuan. Masih sepi, hanya ada beberapa kawan sesama orang Indonesia yang juga datang kepagian.

See you.

#NulisRandom2015
#day20

※2 hari absen※

Wednesday, June 17, 2015

TOMBOL DAN ASURANSI

Tadi siang saya naik MRT 611 dari Xinhai st. bus stop ke Wuxing st. bus stop. Di dalam bus itu saya melihat sebuah tombol merah yang dikurung kotak mika menempel di dekat pintu bus. Ada banyak tombol serupa di dalam bus ini. Tak sempat saya hitung, tapi sepertinya sekitar 6 atau 7 tombol. Oh ya, tidak semua bus ada tombol seperti ini. Di MRT 256 yang saya naiki kemudian, tidak ada.

Ini adalah tombol  sexual harassment dan pick pocket alarm.

Melihat tombol ini, saya merasa aman dan terlindungi. Saya tenang dan senang, sekaligus aware pada saat yang sama. Ini adalah tombol yang saya sangat inginkan ada di setiap layanan transportasi umum, sekaligus sama sekali tidak saya harapkan akan terpaksa dipencet seseorang.

Tombol ini bagi saya seperti asuransi. Sangat penting ada, namun kalau bisa, jangan sampai terpakai. Lha iya ... Kalau asuransi itu kan begitu. Penting sekali untuk dimiliki. Berbahagialah bila tak terpakai, karena itu berarti kita sehat senantiasa. Namun bila sesuatu terjadi, sudah ada yang melindungi.

#NulisRandom2015
#day17

Tuesday, June 16, 2015

TEGE KATUK, ITU SAJA

Sejak tiga tahun di Taiwan, saya tidak pernah makan daun katuk. Bukan tak ada, melainkan karena saya tidak menemukannya. Pasti ada. Pasti. Di suatu tempat pasti ada.

Sayuran yang lain, yang belum pernah saya makan selama di Indonesia, mellimpah ruah. Ada yang saya suka sekali, macam Kailan Cai, ada pula yang saya tidak doyan, macam ... eee ... Apa itu namanya, lupa. Ah, pokoknya tidak doyan.

Mendekati saat-saat pulang, saya yang tidak begitu suka exploring makanan, jadi merindukan daun katuk. Saya ingin mencium langu manisnya, mencecap getir segarnya. Daun katuk bukan makanan istimewa, namun saya, dengan sentimentilnya, jatuh rindu sejadi-jadinya.

Memasak daun katuk juga tidak bisa berupa-rupa. Yang saya kenal selama ini adalah hanya dengan di-”tege” saja. Sayur bening bumbu kencur dan bawang. Pada kakak yang di rumahnya saya akan pertama singgah, saya sudah memesan untuk berbuka puasa dengan tege katuk.

Rindu itu memang tidak macam-macam. Cukup tege katuk. Itu saja.

#NulisRandon2015
#day16

Image: Google search.

Monday, June 15, 2015

CASABLANCA

Saya mengaku bahwa hari ini semangat menulis saya tiarap, dan selera membaca saya nyungsep. Tapi saya masih ingin menyelesaikan apa yang saya mulai.

Saya ingin menulis ini saja, emm ... Tentang jalan Dr. Satrio di Jakarta. Jalan yang memanjang dari Kampung Melayu sampai Karet. Yang membelah kuburan. Yang juga disebut jalan Casablanca.

Konon ini adalah jalan persahabatan antara Indonesia dan Maroko. Keduanya saling memberi nama jalan besarnya dengan nama kota dari masing-masing negara. Jadi di Indonesia ada nama Jalan Casablanca, di Maroko ada nama Jalan Jakarta.

Satu lagi cerita saya dengar dari orang Jakarta yang sudah lebih lama hidup dari saya ^_^ (halo, Babeh) bahwa nama jalan itu adalah akronim dari daerah lintasannya. Yaitu Kampung-Melayu-sampai-belakang-Karet (Kasablangka) dengan tulisan keren: Casablanca.

Sudah. Itu saja.

#NulisRandom2015
#day15

Image: picking randomly from my album ^_^

Sunday, June 14, 2015

KAPITALISASI HALAL

Sudah sangat sering saya melihat label halal, baik yang keluar dari MUI maupun yang pura-pura MUI, dikapitalisasi. Ditempelkan pada sebuah produk makanan untuk membuat orang membelinya bukan semata karena untuk ketenangan konsumsi, melainkan juga untuk gengsi.
Produsen juga ada kalanya mengejar sertifikasi ini bukan semata-mata karena ingin menjual makanan halal bagi muslim, melainkan juga karena bisa menjual lebih mahal dengan label halal.

Ini makanan manusia, lho ya, yang saya maksud.

Hari ini saya melihat di twitter, ada makanan kucing halal. Kucing? KUCING?
Perlukah kucing makan pakan halal? Halal gimana nih?

Ah, sudahlah ...
Mungkin dia kucing mualaf. Atau yang punya kucing hobi nyemilin pakan kucingnya, jadi perlu jaminan kehalalan. Entahlah ...

Oh, atau dengan pakan itu, kucingnya jadi halal dimakan, gitu? Hihihi ...

Lalu bagaimana dengan ayam yang nuthuli cacing tanah, atau bahkan (maaf) eek bayi tetangga? Atau bebek yang nyosori bekicot, lele yang ngrubuti ayam mati ...

Lah, kasian Xiao Fei, anjingku yang diberi makan kuping babi. Udah najis, haram pula makanannya.

#NulisRandom2015
#day14

Image:
Makanan kucing: dari twitter
Makanan anjing: dari lemari makanan Xiao Fei :D

Saturday, June 13, 2015

KESEMPATAN

Aslinya, susunan gigi saya rapi. Dan karena kecelakaan yang memalukan, saya kehilangan taring kiri dan satu gigi di belakangnya.

Saya akan menggantinya dengan gigi buatan untuk menjaga gigi-gigi yang lain teguh tidak mudah goyang.

A ha. Kurasa ini kesempatan untuk menjadi cantik tanpa operasi plastik. Saya hanya perlu membuat gigi buatan ini menjadi tidak rata seperti awalnya. Saya akan bikin gingsul. Ya. Gingsul buatan!

Entahlah apa ini eksperimen yang tepat atau nekat, tapi saya memang dari dulu menyukai orang bergingsul satu. Ada kecantikan yang tidak biasa dari pemilik gingsul. Dan saya suka yang tidak biasa-biasa itu.

Kubayangka dulu, kalau nanti saya ke dokter gigi untuk membuat gingsul. Mungkin dentist akan berkedip-kedip memastikan saya tidak sedang di bawah pengaruh obat kutil overdosis. Di saat dia laris pasang behel untuk meratakan susunan gigi, ini ada emak-emak minta pasang gingsul yang mecuthat keluar barisan.

Haaa... entahlah. Cita-cita jangka pendek saya saat ini adalah punya satu gingsul sebelum lebaran tiba. Satu saja. Karena kalau sepuluh gingsul semua, itu mrongos namanya.

#NulisRandom2015
#day13

*warning, image by Google search. Itu bukan wajah saya ^_^

Friday, June 12, 2015

GENDUL KOPI

Saya kenal istilah ini ketika tinggal di Solo. Secara harfiah artinya adalah botol kopi atau botol yang berisi kopi, atau botol tempat kopi. Tapi di Solo, gendul kopi adalah sebutan untuk seseorang -biasanya seorang ibu- yang pekerjaannya membeli barang-barang bekas dari rumah ke rumah. Ada yang mengusung barangnya dengan sepeda, ada juga yang digendong dengan rinjing (bakul) besar.

#NulisRandom2015
#day12

Thursday, June 11, 2015

PLAYING THE VICTIM

※Setiap orang teis, tentu berdoa. Dan tentu ingin doanya dikabulkan. Tentang pada siapa ia berdoa, tentu berbeda-beda.

※Kebanyakan dari kita, sangat percaya bahwa doa orang yang terdzalimi sangatlah mustajab, doa orang teraniaya itu sangat mudah dikabulkan.

Entahlah apa ini logika yang jumpalitan, atau napsu berdoa yang tidak sabaran, atau apalah apalah... Sehingga muncullah orang-orang yang membuat dirinya terlihat teraniaya karena ingin doanya dikabulkan. Dia playing the victim.

Play victim selalu terlihat memelas, sengsara, sakit, terhina, butuh pertolongan dan lain-lain di awal. Lalu mencitrakan tegar, baik-baik saja, kadang menghujat atau malah mendoakan kebaikan pada yang menganiaya. Semua bermuara pada sebuah tujuan: kabulnya keinginan (doa)

Yang membuat play victim menjadi orang yang menyebalkan adalah karena kepada siapa sebenarnya dia sungguh-sungguh berdoa. Boleh saja dia tampak memohon pada Tuhan, namun sesungguhya yang dia inginkan adalah simpati dari manusia. Parah lagi bila sebenarnya dia ingin pujian saja.

Orang-orang seperti ini akan selalu menjadi wet blanket yang bikin orang lain tak nyaman. Kerap menjadi perusak pesta pula karena biasanya lebay menunjukan keteraniayaannya (opoh iki?)

Namanya juga playing the victim. Kalo kata wiki sih, self-victimized. The fabrication of victimhood for a variety of reasons such as to justify abuse of others, to manipulate others, a coping strategy or attention seeking.
Hoyoohh..... ((ATTENTION SEEKING)) Caper!! Itu pendeknya.

#NulisRandom2015
#day11

Random betulan. Bahkan mukaku hari ini juga random. Acak ngga jelas.

Wednesday, June 10, 2015

INFUSED WATER BRILLIANT TIME

Waktu datang ke acara peluncuran program GEMAS hari Minggu kemarin, saya menemukan tiga jar minuman berbeda di antara jajanan yang dibawa teman-teman. Minuman dalam jar cantik itu dibuat oleh orang perpustakaan Brilliant Time, Nanshijio - Taipei.

Jar pertama adalah seduhan black tea. Skip, ini ngga usah dibahas. Ngga ada yang perlu saya jelaskan :D

Jar kedua adalah paduan pickled lime dan fresh lemon yang diseduh dengan air soda. Skip lagi. Saya ngga minum soda soalnya ^^

Jar ketiga adalah infused water yang berisi daun mint, daun lemongrass, dan irisan lemon. Ketika baru datang, isi jar masih terlihat baru. Namun ketika waktu makan tiba, airnya sudah hijau bening, terlihat segar sekali. Nah, jar ketiga inilah yang mencuri perhatian saya.


Setengah bercanda saya dan seorang teman menyebut infused water adalah hasil dari evolusi air kobokan. Dih, kejamnya :D
Tapi begitu minum segelas kecil, ah ... menyesal sekali tadi meledek begitu :(
Jar ketiga ini berisi air nirwana! Haaa... Oke, saya lebay. Tapi benar-benar saya menikmati rasa mint semriwing yang berpadu dengan pedas sere (lemongrass) dan asam segar lemon. Segelas air ini mengalir lancar mendorong nasi kuning dan urap yang masih nyangkut di tenggorokan. Saya minum lagi, lagi, lagi. Saya kompori teman saya, Justo si ketua FLP-T, untuk ikut menghabiskan isi jar supaya bisa mengambil jar baru di lantai bawah :D

Di dapur perpustakaan saya bertanya pada kawan saya, Tsai Ya Ting, tentang air ini. Dan ia, dengan semangat menunjukan bahan-bahan yang tersisa, sekaligus PERAMUNYA!
Yes. Teman nona Tsai yang membuat infuse water ini. Setelah basa-basi bla bla bla, ia memberi saya segenggam daun mint segar, seikat daun sere tanpa bonggol, dan sebutir lemon.
”Saya menanam sendiri daun mint dan lemongrass ini di rumah. Ini organik,” ucapnya ramah.

Maka pulanglah saya membawa aroma cinta dari Nanshijio.

Esoknya saya buat infused water serupa sendiri. Daun mint, sere, dan lemon memang sempat nginep semalam di kulkas, tapi paginya masih segar kok. Dengan jar tinggi dan air suhu ruang, saya seduh bahan-bahan itu sepenuh perasaan. Lalu masuk kulkas supaya lebih segar. Menjelang siang, saya nikmati bertiga dengan kakek dan nenek.

Soal khasiat infuse water ini, saya ngga mau bahas. Bukan ahlinya, sih... Nanti malah kesasar :D
Yang jelas, ramuan ini segar dan beraroma menenangkan.

Oiya, lemon bisa juga diganti lime (jeruk nipis). Besok-besok kalo di Indonesia, mungkin agak kesulitan cari daun mint. Jadi saya bawa benih mint dari sini, nanti tanam sendiri di rumah. Semoga lolos di bandara :D

(Eh, beneran ngga, sih, benih ngga boleh dibawa keluar Taiwan?)

#NulisRandom2015
#day10

Tuesday, June 9, 2015

MENDADAK VEGAN (Part 3)

Sepertinya saya memang tidak seharusnya makan daging di sini. Meski banyak pembenaran dari teman-teman masalah kehalalan, namun saya tetap tidak nyaman. Dan ketika saya tidak nyaman, bawaanya ya kepingin makan. Hihihihi ...

Fakta lebih menyesakkan saya temukan saat berdiskusi soal ini dengan nenek. Rupanya, makanan selain daging pun banyak yang tak boleh saya makan. Kue bulan yang empuk-enak-bikin nagih, kue matahari yang berlapis gurih, biskuit lembut yang lumer di mulut, sampai coklat blok yang legit lezat tiada tara. Apa pasal? Karena bahan-bahan dari makanan itu mengandung sesuatu yang berasal dari babi. Porcine, kata nenek.

"Biar kamu tenang, ikuti saja pola makan kakek. Jadilah vegetarian. Sehingga kamu terbebas dari daging sama sekali" ucap nenek memberi solusi.

Sejak itu, saya menjadi vegan. Sesekali masih merebus telur, atau membakar ikan. Minum susu dan makan keju juga ^_^
Dih, vegan macam apa itu :P
Tapi umumnya sehari-hari saya makan sayur dan protein nabati saja. Kue dan biskuit juga masih saya makan. Tapi kue dan biskuit vegan. Jujur, rasanya masih lebih lezat yang bukan vegan :D

Menu tiap hari yang tak pernah absen adalah sawi dan tahu. Sampai hari ini. Nih, saya habis makan sawi dan tahu waktu menulis ini :))

Dan ke-vegan-an saya berhenti di restoran Turki. Nenek  membawa saya ke sana beberapa kali. Jaminan halal dari MUI-nya Taiwan membuat nenek tak segan membelikan saya menu daging.

Sekarang, saya hampir mudik ke Indonesia. Di rumah nanti saya pasti lebih tenang makan daging ayam. Bagaimana tidak? Ayam yang saya makan itu adalah ayam yang saya kejar-kejar dulu di pekarangan, dan suami saya sembelih sendiri, tentu dengan Bismillah. Oiya, tentu saja itu ayam kami sendiri, bukan ayam tetangga. Afdol betul kehalalannya ^_^

Image by: Google search

Tidak bersambung ...

#NulisRandom2015
#day9

Monday, June 8, 2015

MENDADAK VEGAN (Part 2)

Setelah sadar bahwa tahu dan telur yang saya makan selama seminggu itu bercampur daging beibeh, maka saya memutuskan untuk berhenti. Kepada nenek saya sampaikan alasannya, dan beliau mengerti sepenuhnya. Maka mulai besok, saya akan beroperasi di dapur belahan non-vegan juga. Haa... tambah kerjaan >_<

Mengadopsi bumbu-bumbu yang diajarkan paman, saya mulai membuat "ru" tahu, telur, tempe, rumput laut, bahkan sayap ayam dan urat sapi. Tentu dari semua prosesnya, saya meniadakan segala bahan yang mengandung babi. Jadilah "ru halal" buatan saya. Keluarga yang lain juga ikut menikmati. Mereka bilang, rasanya tak kalah dari masakan paman waktu baru belajar (heih?!)

Karena mulai memasak dua jenis, yaitu makanan vegan dan non-vegan, maka saya mulai pula menjaga ketersediaan bahan makanan dan bumbu-bumbu di dapur. Mulailah saya rutin ke pasar.

Antri. Orang di sini sangat tertib kalau soal antri. Membeli sayur dan daging saja, tak bisa gruyukan berebut saling mendahului. Ketika memilih-milih, mungkin ramai berbarengan. Namun ketika bertransaksi, jangan harap bisa menyelak antrian.

Maka saya berusaha selalu datang lebih pagi dari kebiasaan para acim atau ama yang sudah tidak bisa bergerak secepat orang muda. Sesekali saya terjebak juga di antara mereka. Antri lama di belakang ama-ama yang pelaaaannn sekali menghitung uang untuk membayar. Ah, sabar saja ...

Atau sesekali pula saya sengaja antri berlama-lama, mempersilakan orang di belakang saya untuk membayar lebih dahulu. Apa pasal? Karena saat itu saya bertemu sesama orang Indonesia. Ngerumpi dulu sebentar ^^

Bertemu dengan orang Indonesia di tanah rantau yang jauhnya ribuan kilometer, itu seperti bertemu saudara. Layaknya saudara, mereka juga ada yang menyenangkan, ada yang menyebalkan. Hahahaha... Ya, biasa saja lah :D

Pernah pula saya terpingkal-pingkal di pasar ketika mengantri di kios daging. Saat itu saya bertemu dengan teman sesama Indonesian dan berkerudung. Yang membuat kami tertawa adalah, karena saat itu kami sedang mengantri di kios daging babi. Tak ada kata-kata. Ketika kami bertemu, saling melihat kerudung kami, dan menoleh bersamaan ke arah jeroan babi yang bergelantungan, kepala babi yang nyantel di gancu, dan onggokan tulang iga babi di meja kios. Baik, kawan ... Ini cuma soal pekerjaan. Hanya pekerjaan.

Nah, suatu hari saya datang ke pasar terlalu siang. Kios ayam sudah sedang dibersihkan. Tak ada sisa daging di sana. Tapi karena pasar ini cuma segruyukan, pagi ramai tapi siang bubar, maka aku harus rela pulang tanpa daging ayam.

Entahlah, mungkin penjualnya merasa kasihan denganku yang berkeringat jalan kaki dari rumah, aku ditawarinya menunggu sejenak untuk dipotongkan seekor ayam. Khusus untukku.

Sambil terus mengobrol, penjual itu enteng sekali mencomot ayam hidup dari kandang, lalu -masih dengan mengobrol- tewaslah sang ayam di tangannya. Cekatan sekali bulu-bulunya dibersihkan, jeroan dikeluarkan, dan daging dipotong-potong sesuai kebutuhan.

Di perjalanan pulang, saya melamun. Pikiran saya terus saja berputar di sekitar peristiwa penyembelihan ayam tadi. Jadi, penjual itu potong ayam sambil ngobrol, ya ... Tidak bismillah dulu, gitu?

Apa? Bismillah?? Owalah ... Penjual itu bukan muslim. Tak ada bismillah di adabnya. Dan meski pengetahuan fiqh yang saya miliki masih cetek, namun untuk sekedar tahu hukum halal-haram daging, saya masih bisa merabanya.

Halal dan haram sesuatu bukan hanya dilihat dari dzat-nya, melainkan juga dari asal-usul dan cara memprosesnya.

Dari point ini saja saya sadar bahwa daging ayam ini pun tidak halal, sebab cara memprosesnya: menyembelih tanpa menyebut asma Allah ...

Jadi, daging sapinya? Bebek? Kambing?

Saya galau lagi ...

Bersambung ...

Image by: Google search

Next: Makan mengikuti pola vegan kakek, dan insyaf di restoran Turki.

#NulisRandom2015
#day8

Sunday, June 7, 2015

MENDADAK VEGAN (Part 1)

Sudah lama saya mengendapkan soal ini di pemikiran saja. Eh, ngga segitunya, ding. Saya cuma agak malas saja menulisnya. Namun gara-gara request seorang kawan yang tiap hari kulanggan tulisannya-dia request resep vegan- maka saya menulis pengantar kisah bagaimana saya secara tiba-tiba memutuskan menjadi vegan (meski abal-abal).

Iya, selama 3 tahun hidup di Taipei, saya adalah vegan jadi-jadian. Menjadi vegan karena alasan kenyamanan, bukan kesehatan, apalagi kepercayaan.

Ah, begini, begini. Untuk disebut sebagai vegan, jelas saya bukan vegan murni. Bahkan kasta vegan paling rendah sekalipun, ovo-lacto vegetarian (masih makan telur dan susu). Saya masih makan daging dan ikan, kadang-kadang.

Lalu, vegan macam apa saya ini?

Kisahnya dimulai bulan Juni 2012 (*gelar tiker*)

Ketika baru datang bekerja di keluarga ini, tugas yang saya terima hanya berkaitan dengan pasien saja. Obat, makanan, terapi,  dan lain-lain. Kakek, pasien saya, adalah seorang vegan, sedangkan nenek dan keluarga yang lain adalah pemakan segala ^^

Pertama melihat dapur di rumah ini, serasa terbelah menjadi dua. Peralatan, bahan makanan, bumbu, dan tempat cucian, semuanya serba dua. Iya. Satu untuk vegan, satu lagi untuk non-vegan. Karena saya merawat pasien yang vegan, maka dalam minggu pertama, hanya belahan dapur vegan yang saya sentuh.

"Kuasai dulu kebutuhan diet kakek. Kamu tak perlu memasak untuk kami sementara ini," ucap nenek.

Oke sip.

Lalu, makan saya bagaimana?

"Kamu makan pientang, ya, sama seperti kami. Kamu muslim? Tidak makan babi, ya? Baiklah. Ayam makan, kan? Telur?" Nenek melanjutkan.

Beres. Apalagi penyedia pientang (meal box) itu paman sendiri. Jadi tiap siang dan malam saya menikmati sekotak nasi, atau sebongkah besar mantou (yang tak pernah bisa saya habiskan), 2 macam sayuran, sekerat daging ayam/bebek/sapi, sepotong tahu/telur/tempe (yak! Tempe!). Sedangkan paginya sarapan susu kedelai dan roti isi. Buah dan biskuit bebas makan kapan saja.

Dari isian menu di pientang itu, yang paling saya sukai adalah tahu dan telur berbumbu coklat yang beraroma rempah wangi sekali. Kadang saya tidak menghabiskan nasi, sayur, atau dagingnya. Namun tahu atau telurnya selalu ludes. Enak sekali. Sungguh. Kadang ada tempelan lembaran daun bawang di tahu, kadang potongan jahe, kadang ada serpihan empuk seperti daging, kadang butiran pedas. Ah, sungguh penasaran dengan bumbu tahu dan telur itu.

"Kamu suka tahu dan telurnya?  Kapan-kapan masak sendiri saja. Ayo ke rumah paman untuk belajar," ajak nenek.

So excited *_*

Rumah paman beraroma lezat sekali. Bau rempah meruap di setiap sudut rumah. Asap tipis berulir-ulir laksana memanggil hidung untuk mengikuti dari mana asalnya. Macam film kartun saja.

Di dapur paman, alat masak beradu macam orkestra. Ada bau sayur dan daging mentah. Namun yang mendominasi tetap aroma bumbu yang sedang dalam proses pemasakan.

"Ini bumbu "ru" untuk tahu dan telurnya," tunjuk paman pada deretan rempah di meja.

Jahe, star anise, kayu manis, cabe sichuan, jinten, bawang putih, daun bawang, kecap asin, gula batu, dan serutan bumbu seperti kayu berwarna terang yang entah apa namanya.

Saya ikuti proses membuat "ru". Tentu saja tidak detail, karena sebetulnya paman sudah masak "ru" untuk jatah hari itu. Maka segera saya longok panci besoooaaarr di atas kompor.

Panci itu penuh berisi kuah coklat yang bergolak ringan. Kulihat ada banyak tahu berdesakan berenang di dalamnya. Sedangkan butiran-butiran telur rebus yang sudah dikupas masih teronggok di nampan besar di samping kompor.

Paman mengaduk "ru" tahu itu. Para tahu jumpalitan bertabrakan dengan serpihan-serpihan rempah dan lembaran daun bawang. Eh, tunggu! Kok ada isi lain di panci itu? Seperti daging ...

"Itu apa, paman?"

"Ini cu-ciao. Kaki babi. Dimasak "ru" bersama tahu untuk memperkaya rasa. Kulit dan lemaknya akan membuat gurih tahu, meski tidak diberi penyedap rasa. Cu-ciao ini nanti juga akan dimasak bersama telur dan tempe. Jadi ... "

Paman masih lancar menjelaskan seluruh proses memasak itu dengan suara yang sangat ramah. Sedangkan saya tiba-tiba saja tercekat bagai habis menelan biji salak. Ada yang bergolak di perut saya ...

Jadi tahu itu ...? Telurnya, juga ...? Lalu, serpihan daging yang menempel di tahu, yang saya kunyah dengan  penuh rasa nikmat itu ...?

Oke oke ... saya baik-baik saja. Saya baik-baik saja!

~~bersambung~~

Next: Bahkan daging ayam dan sapi yang saya olah sendiri pun akhirnya meragukan.

Image: Google search.

#NulisRandom2015
#day7

Saturday, June 6, 2015

CIRENG NGEJRENG

Dari kemarin di dapur mainan karbo melulu. Terigu, gula, tepung ubi. Wah, kurang sehat, nih ...

Tapi tanggung, masih ada aci (tapioka) nganggur :D Yowes, bikin satu kali lagi saja. Habis ini, bikin cemilan sehat. Atau tidak usah bikin saja sekalian. Lagian posting resep-resep yang bukan makanan spektakuler gitu di blog tiap hari juga bosan.

Apalagi pas nulis gini ada yang nuduh-nuduh apalah apalah -_-

Baiklah, mari kita ngomong soal Cireng Ngejreng, lakon kita hari ini!

Cireng, adalah aci digoreng. Masih berkerabat dengan cilok (aci dicolok) atas dasar kesamaan asal muasal. Jadi cireng dan cilok masih satu nasab. Kalau di tukang gorengan, cireng berpasangan dengan saus mpek-mpek yang asam-manis-pedas-enak. Tapi Cireng ngejreng saya hari ini mengalami perjodohan paksa dengan bumbu kacang yang saya kucuri air lemon dan taburi bawang goreng. Entah saus macam apa itu. Tambah kacau lagi karena di sebelahnya saya kecrotin sambal pedas botolan.

Oiya, rasa penyedap dalam cireng di tukang gorengan biasanya kuat sekali. Namun karena saya berusaha membuat cireng sehat, penyedap itu saya ganti dengan bubuk jamur yang gurih. Bubuk jamur ini biasa dipakai oleh para vegetarian. Jadi meski cireng bukan juga makanan yang recomended untuk diet, setidaknya tidak nyampah-nyampah amat ^^


Bahan dan bumbu :

*200 gram tepung aci (tapioka) ini dibagi dua, 50 gram dan 150 gram.

*1/4 sdt merica

*2 siung bawang putih, haluskan

*1 batang daun bawang, iris lembut

*garam secukupnya

*1 sdm terigu. Campuran terigu hanya untuk membuat cireng tidak terlalu alot.

*2 sdt bubuk jamur, atau bisa ganti dengan bubuk kaldu

*150 ml air dingin.

*siapkan juga sedikit tepung aci untuk taburan tangan saat membentuk.


Cara membuat :

*Larutkan 50 gram tepung aci dalam 150 air dingin. Lalu masak di api kecil sampai menjadi seperti lem. Ini yang dinamakan adonan biang.

*Campurkan semua bahan lainnya secara merata dalam satu wadah

*Masuka campuran bahan sedikit demi sedikit ke adonan biang sambil terus diaduk.

*Akan lebih bagus kalau pengadukan ini dilakukan dengan cara mencubiti adonan. Eh, atau mencomoti cemal-cemul gitu sampai tepung yang kering bersatu dengan lem yang lengket sehingga mrmbentuk adonan yang bisa dibentuk dengan tangan.

*Ambil sejumlah adonan yang kenyal itu, lalu bentuk menjadi bulatan pipih yang tidak terlalu tipis.

*Bila adonan sudah terbentuk semua, siapkan minyak dalam wajan.

*Goreng cireng di dalam minyak panas di atas api kecil saja supaya tidak mengembung.

*Setelah matang, tiriskan minyak dan sajikan hangat-hangat dengan sausnya.

Resep di atas menghasilkan sekitar 10 keping cireng ukuran sedang.

Oiya, saya agak keliru kemarin. Niatnya sih mau bikin cireng makin gurih dengan menambah bawang goreng dalam adonan. Tapi hasilnya kurang cantik karena bawang goreng bikin cireng jadi bercak-bercak :(
Maka belajarlah dari kesalahan saya, ya.

Selamat menikmati Cireng Ngejreng.

#NulisRandom2015
#day6

Friday, June 5, 2015

CILOK GEBOY

Yang namanya cilok, ya memang "aci dicolok". Makanan ini bahan dasarnya dari tepung aci, atau kanji, atau tapioka. Biasanya bulat-bulat, dan makannya ditusuk-dicelup-dicaplok. Cilok biasanya cuma sesuapan habis. Bulatan-bulatan kenyal yang berukuran pas untuk disuap sekali leb. Saos atau sambal celupannya bisa beraneka rupa. Sambal pedas, kecap pedas-manis, bumbu kacang, atau bahkan mungkin kuah kari kental bisa juga dicoba. Cilok adalah makanan yang fleksibel. Ya teksturnya, ya padanan saos sambalnya.

Kali ini saya berkreasi dengan cilok yang sedikit berbeda dari pakem dasar 'percilokan'. Mulai dari bahan dasar, ukuran, maupun isian.

Bahan dasar tepung aci/kanji/tapioka, saya ganti dengan tepung pati ubi jalar (ti kua fen). Tepung  ubi ini sama seperti tapioka, akan menjadi lem bila disiram air panas. Namun saya memilih tepung ubi karena lebih bening ketika dimasak. Tapioka akan menghasilkan cilok yang keruh. Sedangkan cilok dengan tepung ubi lebih putih dan bening. Pokoknya lebih cantik, deh.

Lalu problem beberapa teman yang menyatakan cilok mereka keras seperti sol sepatu, bisa diatasi dengan mencampur tepung ubi/tapioka dengan terigu. Perbandingan yang saya pakai di sini adalah 3 tepung ubi : 1 tepung terigu. Pernah juga saya pakai 4 tepung ubi : 1 tepung terigu. Hasilnya tidak jauh berbeda.

Ukuran cilok yang biasanya kecil, saya perbesar sehingga untuk memakannya perlu digigit dan disisakan. Kalau nekat makan cilok saya dengan sekali leb, kemungkinan besar anda akan mendelik dengan pipi mengembung.

Ukuran besar cilok saya ini disebabkan oleh adanya isi di tengah bola kenyalnya. Saya mengisi cilok dengan tumis ayam+wortel.

Berikut resep dan cara membuatnya:

※Bahan cilok:

-420 g Tepung ubi (Ti kua fen)
-140 g Tepung terigu
-500 ml air panas (tidak akan terpakai semua)
-1 mangkok irisan daun bawang
-Garam dan merica secukupnya.

※Bahan isi

-1 mangkuk daging ayam suwir
-1 butir telur
-1/2 wortel, iris dadu kecil kecil
-1/2 bawang bombai, iris kecil-kecil juga
-Garam dan merica secukupnya
-Sedikit minyak untuk menumis

※Cara membuat.

-Campurkan tepung ubi, terigu, daun bawang, garam dan merica dalam mangkuk besar. Aduk merata.
-Tuangi campuran tepung tersebut dengan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk terus.
-Perhatikan adonan. Tepung ubi yang tersiram air panas akan mengental. Aduk cepat sehingga semua bahan tercampur merata
-Boleh diuleni pakai tangan, itu kalau anda sakti dan tahan panas. Tapi lebih aman, pakai saja spatula atau sendok kayu. Aduk sampai kalis.
-Setelah adonan cilok kalis, tutup dengan plastik wrap sampai adonan berkeringat laksana olahragawan dari gym :D

- Sementara menunggu, bisa menyiapkan isiannya.
-Panaskan minyak, goreng telur menjadi orak-arik. Angkat, sisihkan.
-Sisa minyak menggoreng telur, gunakan untuk menumis bawang bombai sampai harum.
-Masukan wortel dan ayam suwir
-Tambahkan garam dan merica.
-Aduk sampai tidak berair lagi.
-Setelah itu, matikan api. Masukan telur orak arik, aduk sampai rata.
-Angin-anginkan isian cilok ini agar tidak terlalu panas.

-Ambil adonan cilok, pipihkan di telapak tangan. Agar tidak lengket, sediakan terigu kering di dekat anda, dan taburi telapak tangan setiap kali hendak membentuk bola-bola cilok isi tumis ayam ini.

-Setelah bola-bola cilok terbentuk, didihkan air di panci. Taruh pelan-pelan cilok di air mendidih.
-Jangan sentuh, apalagi mengaduk cilok yang sedang direbus agar tidak pecah. Biarkan matang sendiri. Cilok-cilok yang sudah matang akan mengambang.
-Ambil cilok yang sudah matang, sajikan dengan saos/sambal sesuai selera.
-Nikmati cilok selagi hangat dengan cara menusuknya memakai garpu. Bila ingin tusukan cilok dimakan sekali leb, belah cilok dengan gunting makanan.

*Resep ini menghasilkan 45 butir Cilok Geboy.

Selamat menikmati Cilok Geboy. Cilok montok dengan isi gurih nan sexy.

#NulisRandom2015
#day5

Thursday, June 4, 2015

MENGUNGKAP DAGING UNGKEP

Tulisan ini sebenarnya adalah salinan ulang dari posting Koki Koko. Saya bisa membuat ungkepan, tapi tidak mengerti detail dan printilan berkaitan dengan hal ini. Maka dari postingan itu saya berhasil mengungkap rahasia daging ungkep.

Mas Koko, mohon maaf kalimat-kalimat dalam postingan panjenengan saya permak. Bukan supaya lebih indah, melainkan hanya biar gantian saya saja yang eksis dalam resep ungkep ini ^^
Mosok mas doang yang jadi seleb. Saya juga mau, Mas ...

"Ungkep" adalah istilah Jawa yang sampai hari ini masih belum tahu apa padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Mengungkep itu adalah memasak dengan sedikit air dan mendiamkannya sampai air tersebut susut atau habis.

Yang membedakan mengungkep dengan cara memasak yang lain adalah masakan yang diungkep sebenarnya masakan setengah jadi. Meskipun sudah bisa dimakan setelah matang namun sebenarnya tujuannya untuk diolah lebih lanjut. Umumnya bahan yang diungkep setelah itu akan diolah lagi dengan cara lain, misalnya digoreng atau dibakar.

Jadi pada proses mengungkep itu tujuannya adalah untuk membuat bumbu dan rempah yang digunakan jauh lebih meresap ke dalam bahan (terutama daging) yang tentu saja rasanya jauh berbeda dibandingkan dengan jika bahan tersebut sekedar direndam di dalam bumbu selama beberapa menit, yang rasanya hanya akan ada di lapisan luar saja, tidak merasuk sampai ke dalam.

Adapun kelebihan cara mengungkep adalah karena dengan penggunaan air yang sedikit, maka sari-sari dan zat-zat yang ada di dalam bahan makanan tidak banyak yang terbuang, selain itu tentu saja bahan yang sudah diungkep bisa disimpan di dalam lemari pendingin untuk dimasak lagi jika dibutuhkan. Pun pada proses pemasakan yang kedua juga tak membutuhkan waktu yang lama karena bahan sudah dalam keadaan matang.

Jika anda berkesempatan mengunjungi tempat-tempat makan yang menyediakan menu berbahan daging, besar kemungkinan itu adalah daging yang sebelumnya sudah diungkep dulu dan disiapkan saat hidangan tersebut dipesan. Praktis dan cepat disajikan karena cukup dipanaskan, entah itu digoreng, ditumis, dipanggang atau dibakar.

Berikut ini adalah resep bumbu ungkepan yang mudah, bercitarasa rempah yang kuat, lezat dan sama sekali tak membutuhkan MSG dalam bentuk apapun... catat, sama sekali tak perlu MSG!



※Bahan:

- 1 kg daging ayam atau sapi (bisa diganti dengan tempe atau tahu untuk yang vegan)
- 1 liter air
- 3-5 sdm minyak goreng untuk menumis


※Bumbu halus:

- 5 siung bawang putih
- 2 jari kunyit
- 1 ruas jari jahe
- 1 sendok teh merica
- 1 sendok teh jintan
- 1 sendok makan ketumbar
- 6 butir kemiri
- garam secukupnya (sesuai selera)
- Gula secukupnya (sesuai selera)


※Bumbu luar:

- 8 lembar daun jeruk, remas-remas
- 4 batang serai, memarkan
- 2 genggam kelapa parut


※Cara membuat:

- Panaskan wajan dengan menambahkan minyak goreng
- Masukkan bumbu halus, daun jeruk dan serai, tumis hingga berbau harum
- masukkan daging/bahan, bolak balik beberapa saat. Jika mulai kering tambahkan sedikit air dan masak hingga air susut. Setelah itu masukkan sisa air dan tutup wajan agar panas tidak keluar.
- Setelah air mulai mengental, bolak balik daging/bahan hingga seluruh bagian terlapisi bumbu.
- Berikutnya masukkan kelapa parut dan terus dibolak balik hingga bumbu benar-benar kering dan bahan terselimuti rata oleh bumbu dan kelapa parut. (fungsi kelapa parut adalah untuk menciptakan rasa gurih dan tekstur kremes ketika bahan digoreng ulang)
- Ayam/daging/ tempe/tahu ungkep siap disimpan, selanjutnya bisa digoreng ketika dibutuhkan. Jika ingin dipanggang atau dibakar, tinggal mengolesinya dengan kecap.

Oiya, mengikuti jejak Koki Koko, saya juga tidak memberi hak cipta apa-apa untuk tulisan dan gambar ini. Beliau penganut Copyleft ^^, jadi segala yang telah beliau share di internet, bukan lagi miliknya pribadi.

Setelah rahasia terungkap, sekarang giliran praktek mengungkep :))

Selamat mencoba!


#NulisRandom2015
#day4

Wednesday, June 3, 2015

KIMCHI CANTIK MERAH MERONA

Sebelum para penggemar terlanjur memuji, lebih dulu saya mengaku bahwa kimchi yang saya bahas kali ini adalah kreasi Eva.
(silakan koor: 'huuu ...')

Konon kimchi adalah makanan tersehat di dunia. Tapi saya tidak terlalu tertarik dengan fakta ini. Ketertarikan saya pada kimchi semata-mata karena enak, dan ke-Korea-Korea-an ^^
Kimchi, atau saya dengan ndeso-nya sebut asinan sawi, enak disantap dengan bubur beras putih, atau dikudap begitu saja. Duh, nulis ini saja saya ngiler ingin lari ke dapur buka kulkas ambil kimchi taruh mangkok lalu caplok :))

Karena saya tidak bisa membagi fisik kimchinya, maka saya bagi resep dan gambarnya saja.

※Bahan


-Satu sawi
-Wortel, lobak, daun bawang (sedikit saja)

※Bumbu

-1 Bawang bombay
-3 siung bawang putih
-1 ruas jari jahe
-1 mangkok kecil bubuk cabe (bisa dikurangi buat yang tidak suka pedas)
-3 sendok kecap ikan
-3 sendok tepung beras, larutkan dalam 2 mangkuk air (+/- 400ml)
-2 sendok gula pasir

※Cara membuat

(Proses masing-masing bagian ini secara terpisah)

-Potong sawi jadi 4 bagian memanjang, lalu cuci bersih.
-Lumuri dengan garam, diamkan selama 2-6 jam kemudian cuci bersih kembali.
-Wortel, lobak, dan daun bawang juga diiris kecil memanjang.

-Blender Bawang bombay, jahe dan bawang putih

-Masak larutan tepung beras dengan api kecil sambil diaduk terus.
-Setelah letupan pertama, matikan api.
-Tambahkan dua sendok gula pasir aduk-aduk sampai larut tercampur. Diamkan hingga dingin.

-Campurkan bubuk cabe, bumbu yang diblender dan 3 sendok minyak ikan. Aduk rata.
-Tambahkan  irisan wortel, lobak, dan daun bawang. Aduk lagi
-Setelah semua tercampur rata, lumurkan pada sawi secara merata. Campur sedikit demi sedikit supaya masuk dan meresap sampai ke lipatan-lipatan sawi.

-Siapkan wadah tertutup. Toples kaca lebih baik. Masukan campuran semua bahan kimchi itu, dan biarkan ada di suhu ruang selama 48 jam. Sepanjang waktu itu akan terjadi fermentasi.
-Tengok dan awasi kimchi sering-sering selama proses fermentasi, terutama dari kemungkinan suami, anak, ade, kakak, atau bahkan kucing yang tidak sabaran ingin segera makan >_<
-Setelah fermentasi sempurna, kimchi akan berbau tajam dan berrasa asam. Pindahkan penyimpanan kimchi ke kulkas. Di dalam kulkas, kimchi dapat tahan untuk waktu yang lama.


Tambahan tips.

※Supaya lebih terasa Indonesia-nya, bumbu kimchi bisa ditambah sedikit terasi. Masak terasi bersama larutan tepung beras.
※Dapat pula ditambah cumi segar untuk rasa yang lebih tajam.
※Rasa kimchi akan lebih sempurna jika setelah selesai proses fermentasi, kimchi disimpan dalam toples tertutup di kulkas tanpa dibuka selama 2 minggu. Aduuh, tapi siapa yang sabar menunggu begitu lama? :((

Selamat mencoba, dan menikmati kimchi cantik merah merona ;)

#NulisRandom2015
#day3

Tuesday, June 2, 2015

NASTAR PERJUANGAN

Pertama, saya harus bisa move on dari kenangan gagal total mengeksekusi nastar tempo hari. Ini semata-mata agar saya berani mencoba lagi membuat kue yang sama. Sayang juga pada selai nanas yang sukses saya buat sebelumnya, dong!

Kegagalan nastar tempo hari, setelah dievaluasi, adalah sebab kesalahan proses. Butter yang seharusnya diolah dalam keadaan utuh di suhu ruang, malah saya (dengan sok tahunya) cairkan dan kocok sekuatnya. Salah fatal :))
Nastar pun ambyar di loyang panggangan.

Nah, kali ini, saya proses dengan menuruti petunjuk dari guru. Berikut saya bagi pada anda, resep, tips, dan gambar hasil akhirnya: nastar lembut lumer di mulut yang berhasil membangkitkan saya dari keterpurukan *halah*

Bahan:

Isi:
*Selai nanas buatan sendiri. Resep bisa dilihat di SINI.

Kulit:
*125 gr butter. Biarkan dalam suhu ruang.
*50 gr gula halus
*200 gr tepung protein rendah
*1 butir kuning telur
*1 sendok makan susu bubuk

Olesan:
*1 butir kuning telur
*1 sendok makan madu

Cara membuat:

*Kocok pelan butter dan kuning telur dalam mangkuk.

*Masukan gula halus dengan diayak. Aduk sampai rata.

*Pelan-pelan tambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit dengan diayak pula. Kali ini, jangan mengaduk adonan, tapi mengiris-iris menggunakan spatula.

*Tambahkan susu bubuk. Terus iris-iris adonan sampai membentuk seperti pasir, namun merata. Awalnya memang menggumpal (banyak kerikil, begitu saya sebut) namun lama-lama pasti akan buyar seperti pasir.

*Diamkan adonan sementara waktu. Tutup dengan lap bersih, atau plastik wrap. Sementara menunggu, anda bisa mengepel, atau ngerumpi dulu. Bebas.

*Oh, atau waktu menunggu itu anda gunakan saja untuk mempersiapkan isinya. Bentuklah selai nanas menjadi bulatan-bulatan kecil, dan sisihkan.

*Setelah kira-kira 30 menit, buka adonan, dan uleni sebentar. Cukup agar adonan itu kalis saja. Dari sini saya belajar bahwa suhu tubuh (dari tangan yang menguleni) akan berpengaruh pada hasil jadi.
Oh, baiklah. Kalau sedang demam, saya tak akan coba-coba bikin kue (ya iya, lah. Orang demam buat berdiri aja kliyengan, gimana mau bikin kue >_< )

*Lanjut. Setelah diuleni, ambil sebagian adonan, lalu pipihkan di telapak tangan,  masukan bulatan selai nanas, dan tutup kembali sambil dibentuk menjadi bola-bola.

*Siapkan loyang berdinding rendah. Olesi sedikit butter/margarin di dasarnya.

*Tata bola-bola nastar di atas loyang dengan jarak masing-masing 1 cm.

*Panggang dalam oven bersuhu 150˚-175˚ C selama 20 menit. Nastar ini tidak memerlukan suhu tinggi untuk memanggangnya.

*Setelah 20 menit keluarkan nastar, lalu oles permukaannya dengan kuning telur yang dicampur madu.

*Panggang kembali selama 10 menit.

*Setelah nastar berlapis telur terlihat kuning keemasan, keluarkan dari oven, lalu dinginkan.

*Boleh cicipi dulu sebelum ditata dalam wadah ^_^

*Simpan dalam wadah tertutup. Tapi kalau belum matang saja sudah banyak yang mengantri untuk makan, maka nastar tak perlu lagi disimpan :))

Resep di atas adalah porsi percobaan, hanya menghasilkan +/- 30 butir nastar secaplokan.

Nah, hasil akhir adalah nastar seperti ini ^_^

Selamat mencoba.


#NulisRandom2015
#day2

Monday, June 1, 2015

PINEAPPLE JAM UNTUK CINTA

Mungkin karena saya emak-emak, maka naluri untuk memberi makan anak-anak sangat lekat. Kebetulan dua gadis saya, Elok dan Embun, bukan anak-anak yang picky, jadi membuat makanan untuk mereka bukan masalah. Yang jadi masalah adalah kemampuan memasak saya tidak setinggi semangat yang saya punya. Elok dan Embun seringkali lebih memilih masakan Baginda, suami saya, daripada olahan tangan emaknya :(
Dan itu terkadang menghancurkan hati.

Tapi bukan Erin namanya kalau harus tumbang hanya karena penolakan. Anak-anak itu saya taklukan dengan bersenang-senang mencoba resep baru yang ayahnya belum pernah membuatnya. Soal hasil akhir yang mungkin tetap ditolak, itu tak penting lagi. Rasa bahagia dan bangga datang saat mereka dengan senang hati ikut mengolah makanan.

Oh, sekarang musim nanas di sini. Jadi agenda dapurnya adalah mengolah nanas menjadi selai. Saya bagikan resep plus tipsnya. Hasil akhir, silakan masing-masing saja :))

Bahan:
*1 buah nanas besar
*100gr gula pasir mentah (raw sugar, biasanya berwarna agak kecoklatan)
*Batang kayu manis, atau bisa diganti cengkih, star anise, bahkan tidak semuanya juga oke.

Cara membuat:
*kupas, cuci, dan cincang nanas menjadi bongkahan kecil. Bisa juga diserut kasar. Ini supaya hasil selainya berserat dan bertekstur agak kasar.
*masukan dalam panci bersama gula, masak dengan api kecil, aduk terus sampai nanas hancur.
*setelah nanas hancur, masukan kayu manis/cengkih/star anise, dan masak terus sampai air berkurang.
*proses pemasakan ini makan waktu minimal 1 jam sampai selai berbentuk seperti dodol.
*setelah matang, ambil kayu manis/cengkih/star anise.
*dinginkan, lalu simpan dalan wadah bertutup rapat di dalam kulkas.

Setelah selai jadi, saya biarkan anak-anak mencicipi dengan mencolek atau menyendoknya, setelah dingin tentunya. Tak harus terlalu ketat melarang-larang mereka. Yang penting, jaga keamanan. Ingatkan anak-anak kalau benda-benda di dapur itu jauh lebih panas dari omelan emaknya >_< Biasanya sih, saya tidak melibatkan mereka ketika beraksi dengan api.

Selamat mencoba.
Bila gagal, coba lagi esoknya ;)

#NulisRandom2015
#day1