Saturday, April 26, 2014

LELAKI TUA DAN ANGKA-ANGKA

Lelaki dekil itu terus menulisi kertas bekas dengan pensil tumpul yang diberi anakku. Serius sekali. Bahkan nasi bungkus yang kuberi tidak juga ditolehnya.

Siang itu, dia duduk saja di dekat tempat sampah depan rumahku. Mengorek sampah, mencari kertas.

Ya, kertas.

     ”Paman suka menulis, ya?” tanya Embun, anaku.

Aku terkejut. Orang kurang waras ini ditakuti banyak anak kecil. Tapi tidak dengan Embun. Anaku yang baru sekolah TK itu malah mendekatinya. Senyum yang lebih mirip seringai juga tak membuat Embun mundur. Gadis kecilku lantas mengaduk-aduk tas sekolahnya, lalu memberi lelaki itu pensil bekas miliknya.

     ”Belajar yang rajin, ya. Biar pintar,” sambung Embun.

Meski agak khawatir, kubiarkan saja Embun bicara dengannya. Kulihat dia tidak berbahaya. Wajah hitam celemotan, rambut berantakan, namun sorot matanya ... Entahlah. Seperti mata orang yang sedang menanti sesuatu yang besar, yang menyenangkan. Ketika nenerima pensil dari Embun, tampak sekali dia kegirangan. Dengan cekatan ditatanya lembar-lembar kertas yang didapat dari tempat sampah. Lalu langsung serius menulis.

     ”Ayo, masuk. Ganti baju dulu,” ajakku pada Embun.

Anakku berjalan setengah melompat membuat kuncir ekor kudanya bergoyang-goyang.

*****
Aku warga baru di komplek ini, jadi belum paham siapa lelaki dekil kemarin itu. Meski begitu, Embun tak kularang ketika menghampirinya lagi dan memberi kertas lebih banyak. Asal tidak mengajaknya masuk rumah, kurasa tidak apa-apa.

     ”Bu Edi, anaknya tidak takut sama pak Gondrong?” Ucap bu Mus saat sama-sama menjemput anak di sekolah.

     ”Oo ... Itu namanya pak Gondrong? Iya, tuh, Embun tidak takut. Malah berani menghampirinya. Dia tidak berbahaya, kan, bu?” tanyaku.

     ”Tidak. Pak Gondrong tidak galak, tidak akan menyakiti siapapun. Tapi tetap harus hati-hati. Namanya juga orang gila, kita mana tahu kalau tiba-tiba dia berubah,”

     ”Dia warga asli sini? Kenapa bisa seperti itu, Bu?”

     ”Iya. Orang sini saja. Masih punya beberapa saudara kok. Tapi anak istrinya sudah tidak tinggal di sini,”

     ”Lho, punya anak? Sudah seberapa besar?”

     ”Mungkin sekarang sudah lulus kuliah. Ah, pak Gondrong itu ... Bagaimana, ya ... Kasihan sebenarnya. Tapi ya ... salahnya sendiri juga,”

Aku diam, tapi mataku menatap bu Mus mengharap ceritanya diteruskan. Rupanya bu Mus juga mengerti arti tatapaku.

     ”Nama sebenarnya pak Yanto. Sebenarnya dia bukan orang yang malas. Dia dulu bekerja di pabrik meubel. Istrinya orang jauh, anaknya satu, laki-laki. Gaji pak Yanto lumayan, cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Cuma sejak dia kenal togel, dia seperti orang yang ketagihan membeli togel,”

Aku mengangguk-angguk mulai mengerti.

     ”Beberapa kali nomer yang dibeli pak Yanto tembus dan menang. Namun jumlahnya kecil-kecil. Rupanya kemenangan beberapa kali itu membuat pak Yanto ketagihan. Uang belanja untuk istrinya  mulai dikurangi demi membeli togel. Lama-lama uang jatah bayar sekolah anaknya kena juga. Sampai akhirnya seluruh hasilnya bekerja dia pasangkan togel.

Tentu saja rumah tangganya kisruh karena hal ini. Istrinya tidak tahan, lantas pergi ke Jakarta untuk bekerja menjadi pembantu. Anaknya dititipkan pada neneknya.

Ditinggal istri begitu, bukannya sembuh, kegemaran pak Yanto akan togel malah semakin parah. Dia bahkan sampai pergi ke dukun dan berkunjung ke tempat-tempat yang tidak jelas demi mendapat nomor yang jitu.

Sampai suatu hari, pak Yanto merasa sangat yakin dengan nomor yang dipasangnya. Dia bertaruh banyak sekali, bahkan sampai menggadaikan surat tanah miliknya. Sebenarnya semua keluarga sudah mengingatkan, bahkan melarang. Tapi pak Yanto benar-benar sudah sangat yakin. Bahkan dia sampai bersumpah, kalau nomornya tembus, dia akan membakar rumahnya, kemudian menggantinya dengan bangunan yang bagus.

Pada malam pembukaan togel, tengah malam pak Yanto teriak-teriak seperti orang kesurupan. Dia berlari dari ujung jalan sambil tertawa dan teriak,

     ”Aku menang! Aku menang!”

Para tetangga tentu saja banyak yang keluar melihat pak Yanto seperti itu. Benar-benar seperti orang gila. Konon angka yang dibelinya benar-benar jitu. Dan karena dia pasang banyak, maka hadiah yang didapatnya juga banyak. Katanya lebih dari 300 juta rupiah. Pak Yanto kelewat senang. Dan celakanya, dia benar-benar mewujudkan sumpahnya membakar rumah. Tentu saja para tetangga kelabakan takut rumah mereka ikut terbakar. Mereka ramai-ramai membawa air untuk memadamkan api yang mulai membesar. Pak Yanto tetap tertawa dan menari-nari. Dia melemparkan satu persatu pakaiannya ke dalam api.

Baru ketika tetangga mulai ingin ikut melihat nomor yang jitu itu, tiba-tiba pak Yanto terdiam dan gemetaran. Matanya nanar memandang kobaran api yang membakar rumahnya. Rupanya dia lupa, bahwa lembaran kertas togel sebagai bukti kemenangannya ada di dalam saku baju yang tadi dilemparnya ke dalam api. Pak Yanto histeris. Hampir saja melompat ingin menyelamatkan baju dan kertas yang sudah hangus terbakar andai tidak dipegangi oleh tetangga-tetangganya.

Sejak itu pak Yanto jadi gila. Istrinya pulang menjemput anak mereka, dan kembali lagi ke Jakarta.

Cerita bu Mus sama sekali tak kusela. Ini benar-benar seperti cerita drama televisi. Atau mungkin drama televisi yang menceritakan kejadian nyata.

******

     ”Bu, ini buat paman yang rajin belajar itu, ya ...” ucap Embun sambil menunjukan buku tulis baru.

     ”Kasih kertas bekas saja, Nak. Paman Gondrong cuma ingin corat-coret saja,” sahutku.

     ”Ah, biarlah, Bu. Biar paman lebih semangat belajar. Nanti aku tanya cita-citanya apa,” sahut Embun.

Aku tersenyum dan mengangguk. Embun segera berjalan setengah melompat hingga kuncir ekor kudanya bergoyang-goyang. Kubiarkan saja anakku terus memberi pak Gondrong kertas dan pensil hampir tiap hari. Aku tidak mengatakan padanya bahwa pak Gondrong itu gila. Kubiarkan anaku berbagi dengan siapa saja. Embun hanya ingin memberi, tanpa embel-embel apapun. Dan itu tidak buruk. Biarlah gadis kecilku itu memperlakukan siapa saja dengan cara yang sama, tanpa memandang perbedaan apapun.

Kembali dari memberi buku, Embun tampak membawa kertas.

     ”Ini dari paman buatku. Eh, kok paman bikin gambar begini ya, Bu?” tanya Embun sambil menunjuk lembaran kertas.

Seperti yang kuduga. Kertas itu berisi angka-angka. Centang perenang banyak sekali. Tapi di sebaliknya, di sisi yang tadi Embun lihat, ada gambar rumah bagus dan tiga orang bergandengan tangan, bapak-ibu-anak, di depannya.

Pasti itu mimpi pak Yanto, alias pak Gondrong.

****** TAMAT ******


Penulis Cerpen : Erin Cipta

Terbit di Majalah IndosuarA Taiwan, Edisi April 2014

Thursday, April 17, 2014

Nenek Lincah Ratu Drama




Siapa bilang kerja di Taiwan itu mudah? Tidak usah membayangkan kawan-kawan BMI yang disiksa, atau yang dipekerjakan salah job, bahkan yang sesuai job pun kurasa tetap tidak mudah. Aku ini salah satunya.

Kakek yang harus kurawat masih tidak terlalu merepotkan. Hanya saja karena sakit jantung amat mengurangi fungsi-fungsi fisiknya, jadi harus selalu dibantu. Rumah yang harus kuurus juga kecil saja. Tak ada hewan peliharaan, tak ada anak kecil pula. Kerja yang simpel. Namun kerepotan terbesar justru datang dari nenek yang masih sangat sehat dan lincah. Nenek yang masih semangat bekerja memimpin perusahaan bersama anak-anaknya. Nenek super, nenek juara.

Apakan nenek kasar? Tidak.
Apakah nenek galak? Juga tidak.
Pelit? Oh, nenek murah hati.
Lalu apa masalahnya?


”Baju baru, Yun? Beli di mana?” Teteh Win memegang lenganku dan memutar badanku memperhatikan baju yang kupakai.
Kami sedang di taman, sama-sama menunggui lansia pasien kami mengikuti kelas senam tai-chi selasa sore.
”Nenek yang membelikan, entah di mana,” sahutku.
”Wah, baik sekali nenekmu itu. Hampir tiap bulan lho, kamu dibelikan baju.” Teteh Win berseru.
”Iya. Nenek juga selalu memilihkan baju yang akan kupakai, kemana pun aku mau pergi, bahkan ke pasar sekalipun,”
”Nenekmu perhatian sekali,”
”Dan bawel sekali, Teh. Aku kadang sedih,”
”Halah ... Kalau soal bawel itu, biasa ... Orang tua memang rata-rata begitu. Biarkan saja,”
Aku hanya mengangguk. Tidak ada yang salah dengan kata-kata Teteh Win barusan. Namun siapa yang akan mengerti perasaanku yang jungkir balik setiap hari menghadapi tingkah nenek yang super ajaib. Bila aku curhat soal kesusahanku ini, maka kawanku itu hanya tertawa. Deritaku baginya adalah hal lucu, peristiwa yang mengaduk-aduk emosiku baginya adalah pengalaman seru. Oh, siapa yang bisa mengerti jerit hati ini?

Nenek memang super ajaib. Bersama dengannya bagai masuk dunia penuh kejutan, seperti naik roller coaster. Kadang jalan pelan mendatar, lalu menanjak panjang, kemudian tiba-tiba menukik tajam, dan bersambung dengan liukan-liukan maut yang mengaduk perut. Nenek adalah ratu drama.

Dimulai ketika pagi.
Sudah menjadi kebiasaan, bahwa aku selalu bangun awal menyiapkan sarapan sebelum kakek dan nenek bangun. Biasanya aku pula yang membangunkan mereka dengan mengetuk pintu kamar. Kakek punya jadwal bangun yang tetap. Tapi nenek tidak. Nenek akan berpesan padaku setiap malam, pukul berapa aku harus mengetuk pintu membangunkannya esok hari. Dan hari ini dia ingin bangun pukul 7:30 tepat.


Tok tok tok!

”Hao ...” kudengar suara nenek pelan masih mengantuk.
”Sudah setengah delapan, Nek,” Ucapku pelan juga.
”Cia she wu fen chong, ni ciao wo. Wo yao siu si i sia.” Suara nenek masih terdengar mengantuk.
”Hao,” sahutku, lalu kuberanjak.

Kulanjutkan pekerjaanku sambil sesekali melirik jam dinding memastikan lima belas menit kemudian aku harus membangunkan nenek lagi.

Setelah lima belas menit, kuketuk lagi pintu kamar.


”Maaf, Nek, sudah lima belas menit. Sarapan sudah siap.” Kukeraskan sedikit suaraku. Ini juga sudah jadwal kakek harus bangun.
Aku tak mendengar sahutan dari dalam, namun kudengar sedikit kegaduhan. Ah, biar saja. Kulanjutkan pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi.


Pintu kamar dibuka buru-buru dan kulihat Nenek sangat gugup keluar.

”Haiyah! Kenapa kamu telat membangunkan aku?” semprot nenek tanpa basa-basi.

”Hah?! Bukannya tadi ...” aku tercekat.

”Kalau kubilang jam setengah delapan, ya jam segitu. Jangan tunda-tunda!” Nenek langsung menyambar roti yang kupanggang tadi.

”Kunci!” teriaknya.

Aku tergopoh-gopoh mengambil kunci dari laci. Nenek berjalan tergesa ke lemari sepatu.

”Kaca mata!”

Kutunjuk wajah nenek ragu-ragu. Nenek hanya ber-Ooh ketika sadar barang yang dicarinya sudah dipakai.

”Handphone!”

Ugh! Aku lari lagi ke meja koran tempatnya biasa mengisi batere handphone.

”Minum!”

Haiyah!! Aku terbirit-birit mengambilkan segelas air putih yang sebetulnya sudah kusediakan dengan rapi tadi di meja makan. Aku ikut gugup setiap kali nenek gugup. Ini sungguh merepotkan. Semoga saja aku tidak ikut panik bila suatu saat nenek panik.

BLARR!!!

Akhirnya nenek keluar setelah menutup pintu dengan keras hingga tembok dan kaca bergetar. Aku menggelosorkan pundak penuh kelegaan. Kakek yang rupanya juga sudah bangun dari tadi memperhatikanku. Aku memandang kakek dengan wajah memelas, berharap kakek membantu menenangkan jantungku yang berpacu. Tapi kakek malah tertawa.

”Itulah istriku. Ha ha ha ... I love her !”

***

Bila kehebohan seperti yang terjadi hampir setiap pagi itu masih kurang drama, maka menjelang sore adalah bumbunya. Sore yang damai sering tiba-tiba pecah oleh nenek yang pulang dengan tergesa-gesa.

”Cepat bereskan rumah. Ada tamu mau datang,” perintahnya sambil melepas sepatu dan menatanya sendiri dengan terburu-buru.

Ini dia penyakitku. Gugup. Sungguh, tanpa bisa kukendalikan jantung ini langsung berpacu setiap kali nenek menyuruhku melakukan apapun dalam kondisi gugup.

”Ganti taplak mejanya. Pindah bunganya. Bereskan sandal-sandal itu. Seduh teh. Potong buah. Buka lebar jendela. Singkirkan ember. Angkati jemuran.”

Duh, Tuhan. Nenek menyuruhku melakukan banyak hal dalam sekali perintah. Acak pula. Bingung sekali. Apalagi penyakit gugupku tidak juga reda. Nenek sudah mondar-mandir melakukan sebagian pekerjaan yang tadi diperintahkannya padaku. Aih, ternyata nenek memang baik.

Sambil melakukan perintah nenek, aku menebak-nebak sendiri siapa tamu yang akan datang. Mungkin pejabat penting? Atau investor yang akan bekerja sama dengan perusahaan nenek? Ah, siapapun itu, pasti orang yang hebat.

Pekerjaanku belum selesai, bel pintu sudah berbunyi. Aku panik. Teh belum kuseduh, buah belum kupotong, ember belum kusingkirkan. Nenek juga kelihatan terburu-buru ketika bergegas membuka pintu. Aku tidak ingin membuang waktu. Kukebut semuanya. Pontang-panting aku bekerja.

Dan ternyata yang datang adalah tukang pijat refleksi untuk kakek. Tadinya kukira bukan dia yang ditunggu nenek. Namun ketika nenek menyuruhku menghidangkan teh dan buah, aku yakin, inilah tamu yang membuatku panik pontang-panting mengangkat jemuran dan menyingkirkan ember yang bahkan tidak terlihat dari ruang tamu itu. Wah, hebat sekali tukang pijat ini, sampai membuat nenek sibuk seperti hendak menyambut presiden. Aku bersandar di kulkas meredakan detak jantung yang kembali berpacu.

***

”Santai saja menghadapi nenek. Jangan ikut panik,” nasehat kakek berkali-kali padaku.

”Dari dulu dia begitu. Itulah mengapa aku jantungan sekarang. Ha ha ha...” sambung kakek sambil tertawa.

Malam itu seperti biasa aku menemani kakek memasang puzzel. Ini hobi kakek selain membaca. Puzzel yang sedang dikerjakan kakek sangat rumit dan berjumlah 2000 keping. Sudah hampir lima bulan kakek belum juga berhasil menyelesaikannya. Aku tidak membantu, hanya menemani sambil membaca buku. Santai, dan tenang sekali.

Tapi ketenangan segera pecah ketika tiba-tiba pintu terbuka dan nenek masuk bersama David, anak lelakinya. Seperti selalu, nenek tampak gugup dan terburu-buru. Dan seperti selalu pula, aku ikut gugup. Aku latah.

”Yuyun, aku lapar. Tolong buatkan mi kuah, ya,” pinta David sopan.

”Cepat buatkan, yang enak. Cepat, ya, David sudah lapar.” Nenek mengulangi perintah, kali ini dengan memburu-buru.

Aku sudah hapal selera David, maka segera kusiapkan bahan-bahan. Mi kuah kesukaannya sederhana saja. Hanya mi putih, dengan sup kaldu ayam, bakso ikan, dan sayuran hijau. Mudah dan makan waktu hanya sekitar sepuluh menit membuatnya.

Malang tak dapat ditolak. Nenek ikut terjun ke dapur membantuku membuat mi.

”Tambahkan daging cincang, supaya enak,” kata nenek.
”Tapi David sukanya bakso ikan, Nek,” protesku.
”Aah, aku lebih tahu. Aku kan ibunya. Sudah masukan saja,” sergah nenek.

Aku malas mendebat, maka kuturuti saja. Tapi ternyata belum cukup sampai di sini. Nenek juga ikut menambahkan bubuk bumbu yang entah apa namanya. Bahkan terakhir menyuruhku memasukan telur. Wah, mi kuah David tidak keruan bentuknya sekarang. Ditambah waktu membuatnya juga jadi lama. Kasihan David sampai berkali-kali melongok ke dapur.

”Mi sudah siap. Silakan dinikmati.” Kupersilakan David menikmati mi kuah tanpa bentuk itu.

”Lho? Kok ada dagingnya? Mengapa kamu kasih telur? Uh, rasa apa ini? Aneh sekali,” kata David setelah mencicipi sedikit.

”Tadi nenek yang menyuruhku membuatnya begitu. Maaf,” ucapku.

”Mama!” panggil David.

Rupanya nenek sudah mengerti situasi, dan langsung nyerocos.

”Wah, tidak enak, ya? Yuyun! Kenapa kamu bikin mi begini? Kamu kan sudah tahu selera David. Jangan ganti-ganti,”

Tanpa sadar kutepuk jidatku sendiri dan kuucek-ucek mukaku dengan gemas. Bagaimana tidak? Nenek amnesia rupanya. Baru saja menyuruhku membuat mi ajaib, sekarang menyalahkanku karena rasanya yang juga ajaib. Oh, Tuhan ...

David menghabiskan mi itu dengan pelan tak berselera. Hanya karena dia lapar dan tidak mau merepotkanku lagi, maka dia tidak menyuruhku untuk membuat mi yang baru. Kakek terkekeh-kekeh sampai beberapa keping puzzel berjatuhan.

Aku terduduk di pojok dapur. Mengelus dada dan menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Cukup lama aku di pojok dapur, sampai David menyelesaikan makannya. Lalu kubersihkan mangkuk dan sendok kotor itu masih dengan raut muka yang kutekuk.

Baru saja kuselesaikan kerjaku dan mencuci tangan, suara nenek sudah kembali menggelegar.

”Yuyun, kolai !” panggilnya.

Apa lagi?! Kursinya rusak dan aku dituduh merusaknya?

Tanpa terasa aku mengumpat dalam hati. Rupanya aku mulai jadi pendendam.

”Hao,” jawabku pendek.

Kulihat nenek tersenyum sambil melambai-lambaikan sehelai baju hangat model Korea yang cantik. Bila ini adalah adegan film, mungkin cincin putih transparan sudah tampak melingkar di atas kepala nenek. Malaikat yang baik telah datang rupanya.

”Maaf tadi aku membentakmu. Ini kubelikan baju hangat, dan juga celana panjang di tas. Besok kubelikan sepatu, ya ... Berapa nomor kakimu? Tadi mau kubelikan sekalian aku ragu. Takut tidak pas,” ucap nenek lembut sekali.

Ah, sungguh menyesal aku tadi telah mengumpat dalam hati. Ini adalah bagian yang menyenangkan dari rangkaian drama menegangkan sepanjang hari tadi. Seperti naik roller coaster, setelah tadi menanjak, menukik, dan meliuk-liuk, kini aku mluncur lurus dengan lembut sekali. Rasanya sungguh melegakan.

”Dicoba dulu, sana! Sudah jangan sedih. Maafkan nenek,” ucap kakek.

Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak apa-apa. Tapi semua kata-kata tercekat di kerongkongan. Akhirnya aku hanya membungkuk pada mereka dan mengucap terima kasih.

Ya Tuhan. Sungguh aku tidak sedang mengingkari nikmat-Mu dipertemukan dengan majikan yang baik. Tapi bila aku boleh memohon, berilah aku persediaan sabar yang melimpah supaya tetap bisa menghadapi nenek yang ajaib. Hindarkanlah aku dari penyakit ’latah gugup’ sehingga aku tidak perlu terkena resiko stress mengikuti kegugupan nenek setiap hari. Atau setidaknya, berilah aku selera humor yang baik, sehingga aku bisa melewati semua ingar-bingar pekerjaanku di sini dengan perasaan gembira dan lucu, seperti perasaan kawan-kawanku setiap kali aku bercerita.

”Besok bangunkan aku jam 7 tepat. Jangan telat!” pesan nenek mengakhiri pekerjaanku hari itu.

Aku berangkat tidur dengan rasa yang masih campur aduk. Ah, sudahlah ... Aku harus bersiap untuk episode drama esok hari.

---#TAMAT#---


Catatan:
”Cia she wu fen chong, ni ciao wo. Wo yao siu si i sia”
(Lima belas menit lagi, kamu panggil aku. Aku mau istirahat sebentar)


Terbit di Majalah TIM International Taiwan, Edisi 79, April 2014

Thursday, April 10, 2014

Taman Indah dengan Pupuk Cair Aroma Buah


Pada suatu hari (halah!) aku dikirim gambar pot bunga cantik berbentuk piramida oleh Nana. Lalu menyusul berikutnya berbagai gambar pot bunga dan lanskap taman yang indah. Maka terbit lagi mimpi lama membuat taman kecil di depan rumah.

Pyramid Tree

Pot Lucu
Rumahku yang di desa, masih punya halaman yang lumayan luas buat kejar-kejaran sama kucing. Nanti suatu saat, akan kubangun taman di situ. Taman bunga sederhana saja, dengan kolam ikan dan ishi odoshi, atau pancuran bambu a la Jepang yang pernah kulihat di film Kill Bill, waktu Uma Thurman jumpalitan bunuh-bunuhan sama Lucy Liu di taman bersalju.

Ishi Odoshi
Supaya lebih menyenangkan, kelak nanti tanaman di tamanku akan kurawat dengan pupuk buatan sendiri, pupuk cair aroma buah, pupuk untuk tanaman hias yang tidak kotor dan berbau busuk. Supaya gadis-gadisku juga mau ikut membantu merawat dan memupuk tanaman itu.

Apa sih, pupuk cair aroma buah itu?
Sebenarnya dulu, pada tahun 2010 aku pernah praktek serius membuat pupuk cair ini. Waktu itu aku bekerja di toko meubel yang bertetangga dengan kios buah. Tiap hari, ketika menunggu jemputan pulang, aku selalu melihat banyak buah afkir yang dibuang pemilik kios. Aku ingat pernah membaca di internet tentang pupuk cair aroma buah. Maka demi melihat buah-buahan itu hanya berakhir menjadi sampah, aku meminta pemilik kios itu untuk tidak langsung membuangnya ke bak sampah esok hari. Akan kubawakan ember untuk menampung buah afkir yang tidak terjual, dan kubuat pupuk untuk tanaman.

Dan esoknya, aku berhasil membawa pulang buah jeruk afkir setengah ember, beratnya sekitar 3 kg. Sampai di rumah, langsung kupraktekan ilmu membuat pupuk cair ini.

Hari berikutnya, pemilik kios buah menawari lagi buah afkir. Kali ini adalah buah apel dan pir. Wah, yang jeruk saja belum terlihat hasil jadinya, nih. Tapi ini boleh dicoba juga. Kuterima pemberian itu dan kuproses lagi dengan cara yang sama, namun beda wadah.

Ternyata pemilik kios penasaran. Dia ikut menunggu hasil praktek pupuk cair dari buah afkir. Bahkan di kemudian hari dia menyisihkan buah afkir berbagai jenis untuk eksperimenku. Stawberry, melon, mangga, anggur, dan lain-lain. Maka saat itu aku membuat banyak pupuk cair dengan berbagai aroma. Di belakang rumah berderet-deret ember tertutup berisi calon pupuk yang berbeda-beda tanggal pembuatannya.

Setelah sekitar tiga minggu, aku siap memanen pupuk cair pertama yang beraroma jeruk. Karena saat itu aku memproses 3 kg jeruk afkir, pupuk yang kuhasilkan cukup banyak, sekitar 10 liter. Kutampung pupuk cair beraroma segar itu dalam botol bekas air mineral. Hasil panen pertama pupuk ini kubagi-bagikan kepada saudara dan kawan-kawan. Tentu pemilik kios buah juga kebagian. 

Ketika berturut-turut pupuk cair dengan aroma yang lain kupanen, terbitlah ide untuk membuatnya dalam jumlah yang lebih banyak untuk dijual. Stok buah afkir masih dipasok oleh kios buah samping toko tempatku bekerja saja. Untuk sementara ini cukup lah. Kemasannya memakai ulang botol bekas air mineral. Kubuat juga label untuk pupuk ini : 
e! Fertile.

Pupuk Cair Aroma Buah e! Fertile
Saat itu aku sampai bisa memproduksi ratusan botol pupuk cair beraneka aroma lho. Aku menjualnya Rp. 3000 per botol ukuran 500ml. Pembelinya adalah pemilik tanaman hias, bunga, dan buah dalam pot. Sempat aku berkhayal, pupuk ini akan dibeli oleh petani buah yang menjual buahnya ke kios buah di sebelah toko tempatku bekerja yang buah afkirnya kuambil gratis untuk membuat pupuk yang kujual ke petani buah itu. Ha ha ha ...

Sayang, seribu sayang. Keadaan sulit memaksaku berhenti memproduksi pupuk cair ini. Aku lantas banting stir untuk bertahan dari masalah. Dan sampailah aku di Taiwan, sampai sekarang ...

Sedih, sih, kalau diingat-ingat. Tapi sudahlah. Pokoknya nanti setelah selesai tugasku di sini, aku akan pulang dan membuat pupuk cair aroma buah lagi.

Nah, berikut langkah-langkah pembuatan pupuk cair aroma buah.

Pada dasarnya, semua jenis buah bisa dimanfaatkan untuk membuat pupuk cair beraroma segar dan berwarna terang ini. Tapi untuk menghasilkan pupuk yang berpenampilan dan beraroma menyenangkan, pilihlah buah-buahan yang beraroma khas dan tajam. Konon, buah mangga bisa menghasilkan pupuk cair aroma buah yang paling baik, karena kandungan selulosanya tinggi. Tapi buah jeruk akan menghasilkan pupuk cair dengan aroma buah yang paling asli dan segar. 

Berikut bahan-bahannya:
  • Buah-buahan afkir, atau sisa kulitnya, atau yang tidak termakan. Yang busuk pun tidak apa-apa. Sertakan semua bagiannya, daging buah, kulit, maupun biji.
  • Gula pasir putih, atau gula merah, atau gula aren.
  • Air sumur 
Komposisinya adalah 1,2,3. 
1 kg Buah, 
2 ons gula, dan 
3 liter air. 

Caranya:
  1. Cincang semua buah menjadi potongan kecil-kecil, lalu masukan dalam karung atau kantong kain yang tembus udara dan air.
  2. Larutkan gula dalam air.
  3. Kemudian masukan cincangan buah tersebut ke dalam larutan gula dan air tersebut. Usahakan seluruh kantong tenggelam, bisa ditambahkan batu dalam kantong sebagai pemberat.
  4. Tutup rapat dan diamkan. 
  5. Buka dan aduk selama 1 menit, cukup 3 hari sekali.
Dalam 20 sampai 30 hari akan muncul lapisan putih (jamur) di atas larutan tersebut. Bila lapisan itu sudah mengental dan bertekstur seperti agar-agar tipis, itu tandanya pupuk cair siap dipanen. Ambil kantong yang berisi potongan buah, peras sampai kisat. Cairan yang dihasilkan akan beraroma buah bercampur aroma alcohol yang sedikit menyengat.


Simpan cairan pupuk itu dalam botol yang tertutup rapat. Tapi jangan menyegel botol tersebut, karena proses fermentasi cairan itu terus berlangsung sehingga akan menimbulkan gas. Sesekali tutup botolnya harus dibuka untuk membuang gas tersebut. Ampas buah dalam kantong bisa dicampur dengan sampah organik lainnya untuk membuat kompos padat.

Aplikasi:
  • Untuk memupuk tanaman, campurkan pupuk cair dengan air sumur dengan pebandingan 1 banding10 – 20. Atau kira-kira 5-10 sendok makan pupuk cair dengan 1 liter air. Dosis pencampuran ini tidak mengikat, karena pupuk cair aroma buah bersifat netral. Bila terlalu pekat pun masih akan aman untuk tanaman. Pencampuran hanya dimaksudkan untuk mengurangi keasamannya saja. Siramkan larutan tersebut ke media tanam, atau semprotkan ke daun dan batang. Seperti diketahui, tanaman mengambil hara bukan hanya dari dalam tanah melalui akar saja, melainkan juga dari udara melalui stomata daun dan stomata batang.
  • Sebagai biang, campurkan 300ml pupuk cair ini dengan 1 kg buah, 1 ons gula, dan 5 liter air. Prosesnya sama seperti yang pertama, dan dalam 20 hari pupuk cair turunan ini siap dipanen. Kualitasnya setara dengan biang pupuk cair yang pertama.
  • Sebagai starter kompos padat, semprotkan pupuk cair ke sampah organik (daun dan sisa makanan) yang sudah dipisahkan dari sampah non organik. Lalu tutup sampah tersebut. Mikroorganisme dalam pupuk cair itu akan membantu membusukan sampah menjadi kompos lebih cepat 2X lipat. 
Bila memupuk dan menyuburkan tanaman bisa menyenangkan, maka akan semakin banyak orang mau menanan. Semakin hijau lingkungan, semakin banyak suplai oksigen untuk hidup kita. Paling tidak, bila halaman rumah kita hijau, kita tidak perlu menagih oksigen pada hutan di Kalimantan yang konon merupakan paru-paru dunia, dan konon semakin berkurang luasnya.  

CATATAN: e! Fertile adalah Pupuk Cair Aroma Buah yang dibuat dengan mengusung semangat Go Green!!!

Reduce, Re-use, and Recycle.

Hijaukan bumi, dimulai dari halaman rumah sendiri.

Wednesday, April 2, 2014

AKU MEMILIH DIA (Tips mencoblos caleg)

”Aku sudah mencoblos kemarin,” ucapku.
”Nyoblos siapa? Jokowi, ya?” tanya temanku.
”Bukan,”
”Prabowo?”
”Bukan juga,”
”Aburizal?”
”No!”
”Jangan-jangan kamu nyoblos Rhoma Irama,”
”… …”

Bhua ha ha ha ha ...

Semua yang disebutkan temanku itu bukan jagoanku dalam pemilu kali ini. Karena nama-nama itu tidak tercantum di daftar calon legislatif Dapil Jakarta 2. Mereka itu mungkin ... mungkin lho ya ... para calon presiden.

Wah, ternyata memang banyak yang terjebak dalam pemilu putaran pertama kali ini. Entah karena memang kurang informasi, atau karena malas mencari informasi, sehingga keliru mengerti tentang pencoblosan pertama yang adalah pemilu legislatif, memilih wakil kita di DPR.

Kami yang di Taipei dan mendapat kesempatan mencoblos lewat titipan pos, akan mendapat satu paket berisi:
3 buah amplop
1 lembar surat suara Dapil Jakarta 2
1 lembar surat C6 atau undangan pemilih
1 lembar petunjuk langkah-langkah mencoblos
1 lembar surat pemberitahuan untuk majikan dalam bahasa Mandarin

3 buah amplop ini adalah kunci LUBER dalam pencoblosan lewat pos ini.
~Amplop nomor 1 adalah amplop kirim yang berisi semua yang disebut di atas tadi. Alamat penerima disertai bar code personal untuk mengenali setiap pemilih.
~Amplop nomor 2 adalah amplop polos untuk tempat surat suara yang sudah dicoblos. Amplop ini harus ditutup rapat setelah surat suara yang bolong itu dimasukan. Karena polos, maka surat suara didalamnya jadi rahasia, dan tidak akan diketahui milik siapa nantinya.
~Amplop nomor 3 adalah amplop kembali yang akan dipakai untuk mengirim surat suara di amplop polos beserta lembar C6. Amplop ini sudah dilengkapi alamat lengkap KDEI tempat PPSLN berkantor, dan tertempel pula nama pemilih beserta bar code personalnya. Bar code ini berfungsi sama seperti tinta hitam yang dicelup ke kelingking pada pemilih langsung. Jadi satu pemilih tidak akan mendapat dua suara, tidak pula akan tertukar dengan pemilih lain.

Selanjutnya, bila surat suara sudah sampai kembali ke PPSLN, maka panitia akan mengecek data pemilih lewat bar code tersebut. Di bawah pengawasan kamera CCTV surat suara yang terbungkus amplop polos akan dikeluarkan dan dikumpulkan di kotak yang telah disiapkan. Sah sudah kita menjadi peserta pemilu yang menggunakan hak suara kita. Lalu suara kita sah tidak? Mana aku tahu?! Kan surat suara itu dimasukan kotak bersama amplop polosnya. Nah, baru nanti tanggal 9 April kotak itu akan dibongkar untuk penghitungan. Baru akan diketahui sah tidaknya coblosan kita. Tenang saja, suara itu tak akan diketahui satu-satu milik siapa. Pokoknya RAHASIA. Okesip!

Kamu bingung mau pilih siapa?
Aku punya tips supaya kamu sedikit bisa mengarahkan pilihanmu pada orang yang tepat.

  1. Ingat, ini pemilu legislatif. Yang kita coblos di sini adalah wakil kita di DPR, bukan presiden. 
  2. Mau nyoblos partainya? Silakan. Tapi perlu diketahui bahwa suara kita itu nantinya tetap untuk sang caleg.
  3. Coblos saja calegnya. Ya! Itu yang tepat sasaran. Kalau aku pribadi, memilih caleg secara persona, orangnya saja. Aku tak peduli pada partai yang mengusungnya. Untuk tahu siapa dia, internet sudah sangat membantu memberitahu rekam jejak, visi, dan misi caleg manapun. Browsing saja. Jangan malas bowsing dan mencari tahu profilnya. Ini tugas kita, sebuah tugas ringan kalau dibanding dengan besarnya harapan yang akan kita titipkan.
”Kamu nyoblos siapa, sih?” cecar temanku.
”Ha ha ha ... Rahasia!” aku menjawab riang.

”Aku tidak punya hak mencoblos,” ucap temanku pelan.
Ya iyalah, dia pekerja illegal di sini. Kabur dari majikan untuk mengejar gaji yang lebih besar, namun merelakan diri kehilangan semua identitas sah sebagai buruh migran. Jangankan hak pilih di pemilu, hak perlindungan hukum dan asuransi jiwa saja dia sudah tak punya.

Jadi, BMI cerdas tak akan kabur. BMI cerdas tak akan golput.
Semangat!!!

Tuesday, April 1, 2014

AMPLOP BERISI HARAPAN

Turun gunung pagi ini, menembus gerimis berjalan 2 KM menuju pasar. Keranjang kosong kuseret dengan riang, karena ringan dan jalan menurun lancar. Tas kain berisi dompet dan kunci kucangklong di pundak kiri. Payung polkadot membuatku tampak seperti jamur beracun yang sedang rekah.

Bersama dompet dan kunci, aku membawa pula sebuah amplop dalam tasku. Amplop berisi harapan. Nanti akan kumasukan ke kotak pos di ujung gang. Alamat tujuan amplop itu adalah kantor KDEI Taipei. Tadi aku beruntung karena masih sempat memasukan amplop sebelum petugas datang dan membuka kotak mengumpulkan surat. Berarti amlpopku akan terkirim hari ini juga.

Oh, ya. Itu adalah amplop berisi surat suara pemilu legislatif. Aku tidak bisa datang ke TPS pada hari minggu tanggal 6 April besok. Maka aku minta Panitia Pemilihan Luar Negeri wilayah Taipei mengirimkan surat suaraku ke alamat rumah. Aku bisa mencoblos di rumah, memilih wakil rakyat yang akan kutitipi amanah, dan mengirimkannya kembali ke KDEI, di mana PPSLN berkantor.

Dulu aku sempat ragu dengan cara seperti ini; memilih dengan perantara pos. Aku merasa hak kerahasiaan suaraku tak terjamin. Namun ketika ketua PPSLN menjelaskan lewat website (menjawab pertanyaan saya di Q&A) dan menulis komentar juga di Facebook tentang tata cara pencoblosan lewat pos ini, aku akhirnya yakin bahwa azas LUBER dalam pemilu ini bisa kugenggam.

Surat suara ini aku terima hari Kamis minggu lalu. Sebenarnya aku bisa saja langsung mencoblos, namun aku menundanya. Selain bahwa aku ingin melihat dulu calon-calon wakil rakyat yang bisa kupilih, aku juga tidak bisa keluar rumah setiap hari, meski hanya ke kotak pos di ujung gang. Tak mengapa, karena aku masih punya waktu. Batas akhir pengiriman surat suara itu adalah tanggal 7 April.

Aku flash back dulu, mengingat apa yang kulewati sebelumnya. Segera setelah kuterima surat suara, aku lagsung browsing internet mencari catatan profil wakil-wakil rakyat yang berderet-deret di kertas itu. Sebenarnya dari awal aku sudah punya seorang caleg yang kugadang-gadang bakal kucoblos. Namun ketika aku melihat nama-nama lain dalam lembar surat suara, hatiku goyah (wew!) Apalagi ketika aku mulai browsing dan menemukan profil yang lebih hebat dari jagoanku itu. Rekam jejak, visi, dan misi caleg hasil browsingku itu sukses membuatku pindah ke lain nomor. Aku memutuskan untuk meninggalkan jagoanku itu utuh tak tercoblos. Maaf, aku telah menjatuhkan pilihan pada jagoan baru. Aku merasa lebih nyaman menitipkan suaraku padanya. Ini soal kepercayaan menitipkan harapan. Dan ini adalah HAK mutlak diriku sebagai pemilik suara. Siapa sih, dia? Ouh, rahasia!

Baiklah, aku bersemangat sekali hari ini. Semoga tahapan pemilu selanjutnya bisa kuikuti. Aku belum punya jagoan lagi, tapi aku punya semangat dan kepercayaan. Itulah yang membuatku tetap punya harapan.

AYO NYOBLOS!!!

Image by Google search